Saturday, March 7, 2015

Book Review - Lalita by Ayu Utami

  

Judul: Lalita (Seri Bilangan Fu)
Penulis: Ayu Utami
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Format: Paperback
Halaman: 251 pages
Skor: ♥♥♥/5

"Tentang vampir penghisap darah memang hanya dongeng. Tapi dongeng menceritakan satu kebenaran dengan cara lain, Nak. Yang penting, kamu harus bisa menemukan cara baca yang lain itu." 
-Babushka Katarina, page104.

Sejujurnya, aku suka dengan sastra dalam negeri. Hanya saja, mencari karya sastra dalam negeri yang cocok dengan selera memang bukan perkara mudah. Dulu, ketika masih SD, Nh.Dini merupakan salah satu pengarang favorit. Memasuki usia remaja, ada Andrea Hirata. Sekarang, setelah menjadi wanita dewasa, aku kembali tertarik untuk mencari pengarang dalam negeri yang sekiranya mempunyai gaya penulisan satu selera denganku. Iseng-iseng aku beli novel Lalita ini minggu lalu hanya dengan satu alasan dangkal, covernya bagus. Setelah dibaca, ternyata wow! Gaya penulisannya keren sekali! Bodo amat dengan ending buku ini yang mengecewakan. Aku lebih tertarik pada bagaimana bahasa Ayu Utami dalam merangkai kalimat.

Cerita buku ini sebenarnya biasa aja bagiku. Tentang love, lust, suspiciousness, self-history, dan, yang paling penting adalah, pelajaran tentang misteri Borobudur.

"Semua anak Indonesia merasa tahu apa itu Borobudur. Tapi sesungguhnya Borobudur mengajari kita bahwa jauh lebih banyak yang tidak kita ketahui tentang dia daripada yang kita ketahui,"
 -page 18.

Statement diatas benar adanya. Selama ini, aku hanya tahu bahwa Borobudur adalah sebuah tempat wisata, salah satu dari 7 keajaiban dunia, dan sebuah kuil Buddha terbesar di dunia. Itu saja. Tapi lewat buku ini tiba-tiba aku merasa lebih hormat pada candi ini karena tersentuh dengan makna filosofis yang termuat dalam susunan batu-batu purba di daerah Magelang, Jawa Tengah ini. 

Adalah Lalita, perempuan paruh baya pencinta warna Indigo yang berusaha menutupi usianya dengan berbagai alat kosmetik. Ia kaya, cantik, dan pintar. Profesinya sebagai kurator memungkinkan dia untuk bergaul dengan kalangan-kalangan elite ibukota. Lalita percaya pada reinkarnasi. Ia meyakini dirinya pernah hidup pada abad ke 9 ketika Borobudur sedang dibangun. Dan kemudian di dataran tinggi Tibet, dan di Transylvania sebagai keturunan Vlad Dracula, dan di masa sekarang sebagai Lalita. Keyakinannya ini membuat Sandi Yuda terheran-heran.

Adalah Sandi Yuda, seorang mahasiswa ITB pencinta alam yang hobi memanjat tebing. Ia mempunyai pacar bernama Marja. Berkat suatu insiden tak terduga yang hampir merenggut nyawa Lalita, Sandi Yuda memulai petualangan seks misteriusnya dengan Lalita. Disaat itu pula dirinya mengetahui rahasia dan masa lalu Lalita, yang membawanya pada petualangan tak terduga.

Sebenarnya, Lalita adalah buku ketiga dari Seri Bilangan Fu. Ketika membaca ini, terdapat kilasan-kilasan cerita yang berasal dari dua buku sebelumnya (Bilangan Fu dan Manjali & Cakra Birawa). Tapi tidak masalah. Tanpa membaca yang lain pun kita tetap bisa memahami dan menikmati inti cerita Lalita. Alur yang digunakan disini maju-mundur. Menggunakan metode flashback ketika berada di chapter kedua yang membahas secara lebih terperinci tentang perjalanan hidup kakek Lalita (yang entah bagaimana melibatkan Sigmund Freud). Tapi kelak, pada chapter terakhir kita akan tahu mengapa kita jauh-jauh menengok kebelakang pada masa silam kehidupan kakek Lalita. Buku ini mempunyai muatan nilai dan pelajaran yang lumayan, karna setelah membacanya aku merasa sedikit tercerahkan. Yang mengecewakan hanyalah ending cerita yang dirasa kurang jelas dan menggantung, malah agak-agak terkesan mistis. Tapi secara keseluruhan, ditambah nilai plus covernya yang cantik, buku ini recommended untuk dibaca dan dikoleksi.

Sekian :)




No comments:

Post a Comment