Friday, April 10, 2015

Book Review - Dilan by Pidi Baiq




Judul: DILAN, dia adalah Dilanku tahun 1990
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: DAR! Mizan Pastel Books
Format: Paperback
Halaman: 330 pages
Skor: ♥♥♥♥/5


"Milea 1"
Bolehkah aku punya pendapat?
Ini tentang dia yang ada di bumi
Ketika Tuhan menciptakan dirinya
Kukira Dia ada maksud mau pamer
Dilan, Bandung 1990
-page 302

Pertama aku mau bilang, ini buku pinjaman. Tepatnya bukan aku yang punya keinginan untuk pinjam, tapi disodorin suruh pinjam karena katanya bagus. Ini bayaran yang aku dapat karena udah minjemin Agatha Christie ke salah satu teman sekelasku. Awalnya sih ogah-ogahan bacanya, karena taulah, aku bukan penggemar novel lokal apalagi yang berbau-bau teenlit macam ini. Bukan selera aku banget. Dan ketika ngelirik ke blurp-nya, gada sinopsis, cuman quote-quote aja. Tapi karena udah ada di tangan dan di depan mata, baca lah. Di halaman-halaman awal, tingkat ketertarikan masih 10%. Ala-ala teenlit banget! batinku. Makin ketengah, makin kelihatan karakter Dilan itu gimana dan makin jelas jalan ceritanya mau kemana. Dan, harus aku akui, huft, aku SUKA! Hahahaha...


Yah, gak mau munafik juga. Teenlit yang ini bagus. Gaya bahasanya unik, enggak pasaran. Katanya sih itu emang ciri khas penulisnya, Pidi Baiq. Tapi berhubung Dilan adalah novel Pidi Baiq pertama yang aku baca, jadi aku gak tahu kalau gaya penulisan dia emang seperti ini. Yang jelas, si Dilan lucu. Keren, antik, dan anti-mainstream. Hahaha. Tapi sayang, karakter Milea kurang playful untuk disandingkan dengan Dilan. Milea terlalu 'biasa' (jangan marah ya, ini pendapatku). Coba kalau Milea-nya rada gokil dan punya sense of humor yang tinggi, pasti dia bisa mengimbangi Dilan dengan lebih baik. Tapi, yah, siapalah aku ini pake ngritik-ngritik. Pastinya om Pidi Baiq udah meditasi berbulan-bulan untuk memutuskan akan seperti apa karakter Milea nantinya.

Buku ini diceritakan dari sudut pandang Milea, yang sedang flashback ke masa-masa SMAnya pada tahun 1990. Latar tempat dalam buku ini adalah Bandung. Pada masa itu, Milea memiliki pacar bernama Dilan. Dilan adalah seorang pelajar SMA anggota geng motor, hobi baca Tempo, kalo ngomong bahasanya rada baku, sebenernya pintar, romantisnya khas, dan sayang sekali pada Milea, yang pada saat itu merupakan murid baru pindahan dari Jakarta. 

Semua orang yang udah baca buku ini pasti kesengsem sama Dilan (berdasarkan review-review tetangga yang aku baca). Itu karena perhatian dan caranya menunjukkan perasaan beda dengan cowok-cowok kebanyakan. Gombal ala Dilan patut dipelajari tuh buat cowok-cowok. Kalau aku amati sih, si Dilan ini expert dalam push and pull tapi pada endingnya tetap dia yang kelihatan lebih berharap. Karena kan, banyak tuh, cowok-cowok yang sukanya main tarik-ulur tapi pada akhirnya malah gak jadi PDKT padahal si cewek udah mulai agresif dan ke-GR-an (kalo ini berdasarkan curhatan temen-temen akoh, bukan pengalaman pribadi). Hohoho. Aku curiga jangan-jangan diluar sana beneran ada fansclub Dilan -_-

Tapi sebenarnya, kalau kita membicarakan tentang inti cerita buku ini, bisa dikatakan ini cerita yang biasa banget. Sangat simple, sangat ringan, pokoknya otak gak perlu sampe tegang deh ngikutin alurnya. Dialog-dialognya pun biasa, kecuali bagiannya Dilan yang puitis-puitis lawas gimanaaa gitu. Tapi sayang endingnya masih belum jelas, karena ternyata buku ini ada sekuelnya. Yah, pokoknya gak nyesel udah baca buku ini, meskipun awalnya antara mau dan gak mau. Haha!

"Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu.
Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja."
(Dilan)

"Ah, cemburu itu hanya untuk orang yang enggak percaya diri."
(Dilan)

"Nah, sekarang kamu tidur. Jangan begadang. Dan, jangan rindu."
"Kenapa?" kutanya.
"Berat." jawab Dilan. "Kau gak akan kuat. Biar aku saja."


https://pbs.twimg.com/media/CBEoNe7UMAAt0Qn.jpg:large

No comments:

Post a Comment