Thursday, February 27, 2014

Book Review - Mockingjay by Suzanne Collins


  

Judul: Mockingjay
Penulis: Suzanne Collins
Penerjemah: Hetih Rusli
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 423 pages
Skor: ♥♥♥♥ /5

"Lebih baik tidak menyerah. Butuh kekuatan sepuluh kali lipat untuk bisa menguatkan diri dibandingkan untuk gagal." -Finnick Odair

Akhirnya tiga buku dari seri Hunger Games berhasil aku babat habis bulan ini. Dalam buku terakhir ini, Katniss yang selamat untuk kedua kalinya dari arena Hunger Games tidak sendirian. Ada beberapa peserta yang juga terselamatkan. Mereka adalah Peeta (lagi-lagi), Finnick Odair, Beetee, dan Johanna Mason. Dan tugas Katniss kali ini adalah menjadi Mockingjay, duta bagi para pemberontak Capitol. Yah, memang dalam buku kali ini adegan pertempuran yang diceritakan sangat minim. Kebanyakan yang digambarkan adalah perkembangan karakter Katniss sebagai seorang Mockingjay dan hal-hal yang bersifat personal lainnya. Interaksi antara Katniss dan Peeta pun baru muncul pada pertengahan buku, karena Peeta selama ini berada ditangan Capitol dan baru berhasil diselamatkan pada saat pertengahan isi buku. Hehehe. Agak kecewa juga sik, karena aku kan pengen melihat interaksi antara Katniss dan Peeta dengan porsi yang lebih banyak seperti di buku Catching Fire... 

Sebenernya mau dibilang seru sih gak terlalu. Aku semangat baca Mockingjay karena pengen tahu aja akhir ceritanya gimana. Apakah Presiden Snow bakal mati ditangan Katniss, siapa yang akan dipilih Katniss antara Peeta dan Gale dan akan jadi seperti apa Capitol kelak jika pemberontakan berhasil adalah alasan-alasan yang mendasariku fokus baca Mockingjay selama 2 hari (yeah, harus 2 hari karena aku bacanya sambil nyambi beres-beres. Fyi, aku baru pindah rumah gals, #oke penting banget). 

Dalam buku ini, tangan dingin Suzanne Collins tetap bekerja dengan brutal untuk membabat habis tokoh-tokohnya sekalipun tokoh tersebut loveable. Bagi Collins, gak ngaruh. Kalo bisa dimatiin ya, mati. Ckck. Entah kenapa aku jadi inget sama J.K Rowling yang juga tega membunuhi tokoh-tokohnya tanpa ampun seperti Prof.Dumbledore, Severus Snape, Remus Lupin, George Weasley, etc etc... #nah malah jadi nostalgia. Tapi setidaknya gelagat Collins yang berdarah dingin itu sudah kentara sejak buku pertama, sementara J.K.R membuat kita shock karena dia tiba-tiba jadi sadis dibuku-buku terakhir saja. Jadi aku gak kaget-kaget amat kalo karakter-karakter di seri Hunger Games mati mendadak. Haha..

Aku juga jadi mendapat satu kesan dari cerita ini. Bahwa dengan tidur bukan berarti kita dapat sejenak melupakan masalah. Tidur juga bisa menjadi ancaman yang tak terelakkan dimana realita dan alam bawah sadar sebenarnya mampu bekerjasama untuk menghancurkan kita. Hal ini tergambar dari keinginan para pesakitan pemenang Hunger Games terbebas dari kenyataan dengan disuntik morfin hingga dapat tertidur, namun sebenarnya dalam tidur pun mereka tersiksa oleh mimpi buruk. Jadi, sadar atau tidak sadar, kedua dunia itu tetaplah tak aman. Tak pernah ada tempat untuk lari. Yang ada hanyalah tempat untuk menghadapi kenyataan.

Yah, inti dari Mockingjay adalah progres dari pemberontakan yang tersulut dalam dua buku sebelumnya. Dan karena itu seharusnya lebih banyak adegan action serta perang-perangan disini. Tapi ternyata enggak, dan ternyata juga, hal itu gak terlalu membuatku kecewa karena Mockingjay punya daya tariknya sendiri selain adegan laga seperti yang bertaburan di The Hunger Games dan Catching Fire. Bisa dikatakan Mockingjay berhasil menjadi penutup yang awesome untuk seri Hunger Games. Endingnya gak mengecewakan karena sesuai dengan harapanku, hihi :3 Banyak twist tak terduga dalam bab-bab akhir yang pastinya menjadi penambah daya tarik Mockingjay sebagai buku terakhir. Pokoknya, gak kecewa deh! :D



No comments:

Post a Comment